Rabu, 04 Desember 2013

Pernikahan (Perkawinan) bagian 9

Pernikahan (Perkawinan)
Hukum (Ketetapan/Peraturan)

Pemahaman dan Tafsir Al-Quran
SUAMI ADALAH PEMIMPIN KELUARGA
Keluarga, atau katakanlah unit terkecil dari keluarga adalah suami dan istri, atau ayah, ibu, dan anak, yang bernaung di bawah satu rumah tangga. Unit ini memerlukan pimpinan, dan dalam pandangan Al-Quran yang wajar memimpin adalah bapak.
Kaum lelaki (suami) adalah pemimpin bagi kaum perempuan (istri) (QS Al-Nisa' [4]: 34).

Ada dua alasan yang dikemukakan lanjutan ayat di atas berkaitan dengan pemilihan ini, yaitu:

a. Karena Allah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan
b. Karena mereka (para suami diwajibkan) untuk menafkahkan sebagian dari harta mereka (untuk istri/keluarganya).

Istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi suami, mempunyai satu derajat kelebihan atas istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS Al-Baqarah [2]: 228).

Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Karena itu, tulis Syaikh Al-Mufasirin (Guru besar para penafsir) Imam Ath-Thabari, "Walau ayat ini disusun dalam redaksi berita, tetapi maksudnya adalah anjuran bagi para suami untuk memperlakukan istrinya dengan sifat terpuji, agar mereka dapat memperoleh derajat itu."

Imam Al-Ghazali menulis, "Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak mengganggunya, tetapi bersabar dalam kesalahannya, serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf, saat ia menumpahkan emosi dan kemarahannya."

Keberhasilan perkawinan tidak tercapai kecuali jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak, antara lain bahwa suami bagaikan presiden sedang istri bagaikan perdana menteri, dan dalam kedudukannya seperti itu, suami berkewajiban untuk memperhatikan hak dan kepentingan istrinya.
Istri pun berkewajiban untuk mendengar dan mengikutinya, tetapi di sisi lain perempuan mempunyai hak terhadap suaminya untuk mencari yang terbaik ketika melakukan diskusi. Demikian lebih kurang tulis Al-Imam Fakhruddin Ar-Razi.
Sekali lagi, kepemimpinan tersebut adalah keistimewaan tetapi sekaligus tanggung jawab yang tidak kecil.

Kalau titik temu dalam musyawarah tidak diperoleh, sehingga keretakan hubungan dikhawatirkan terjadi, maka barulah keluar kamar menghubungi orang-tua atau orang yang dituakan untuk meminta nasihatnya, atau bahkan barulah diharapkan campur tangan orang bijak untuk menyelesaikannya. Dalam konteks ini Al-Quran berpesan,
Jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka utuslah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki, dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika keduanya (suami istri dan para hakam) ingin mengadakan perbaikan, niscapa Allah memberi bimbingan kepada keduanya (suami istri). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al-Nisa' [4]: 35).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar