Takwa adalah bekal hidup paling berharga
dalam diri seorang muslim. Tanpanya hidup menjadi tidak bermakna dan penuh
kegelisahan. Sebaliknya, seseorang akan merasakan hakikat kebahagiaan hidup,
baik di dunia mau pun di akhirat apabila ia berhasil menyandang sebagai orang
yang bertakwa.
Takwa sangat penting dan dibutuhkan
dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak yang belum mengetahui
hakekatnya.
Kata “takwa” sangat sering kita dengar
dalam ceramah-ceramah agama, sebagaimana kalimat ini mudah dan ringan diucapkan
di lisan kita. Akan tetapi, sudahkah hakikat kalimat ini terwujud dalam diri
kita secara nyata? Sudahkah misalnya ciri-ciri orang yang bertakwa yang
disebutkan dalam ayat berikut ini terealisasi dalam diri kita?
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ، وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ
ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari pada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengatahui.” (Qs. Ali ‘Imran: 134-135)
Maka mempraktekkan kalimat ini
tidak semudah mengucapkannya, khususnya kalau kita mengetahui bahwa takwa yang
sebenarnya adalah amalan hati dan bukan sekedar apa yang tampak pada anggota
badan.
Untuk mengenal hakekat takwa
tentunya harus kembali kepada bahasa Arab, karena kata tersebut memang berasal
darinya. Kata takwa (التَّقْوَى)
dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi,
menjaga, berhati-hati dan berlindung. Oleh karena itu imam Al Ashfahani
menyatakan: Takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu
yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa. Sehingga takwa dalam
istilah syar’I adalah menjaga diri dari perbuatan dosa.Dengan demikian maka
bertakwa kepada Allah adalah rasa takut kepadaNya dan menjauhi kemurkaanNya.
Seakan-akan kita berlindung dari kemarahan dan siksaanNya dengan mentaatiNya
dan mencari keridhoanNya.Takwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak
lepas control mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. Dengan ketakwaan seseorang
dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam detiap saat
kehidupannya karena ketakwaan pada hakekatnya adalah muroqabah dan berusaha
keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzabNya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Takwa itu terletak di sini”, sambil beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menunjuk ke dada/hati beliau tiga kali.
Di sinilah letak sulitnya
merealisasikan takwa yang hakiki, kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh
Allah Ta’ala, karena kalau anggota badan mudah kita kuasai dan tampakkan amal
baik padanya, maka tidak demikian keadaan hati, sebab hati manusia tidak ada
seorangpun yang mampu menguasainya kecuali Allah Ta’ala. Allah Ta’ala
berfirman,
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ
وَقَلْبِهِ
“Dan ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah membatasi (menghalangi) antara manusia dan hatinya.” (Qs. al-Anfaal:
24)
Dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya semua hati manusia berada di
antara dua jari dari jari-jari ar-Rahman (Allah Ta’ala), seperti hati yang
satu, yang Dia akan membolak-balikkan hati tersebut sesuai dengan kehendak-Nya”,
kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: “Wahai
Allah Yang membolak-balikkan hati (manusia), palingkanlah hati kami untuk
(selalu) taat kepad-Mu.”
Hadits qudsi yang masyhur dan
panjang dari sahabat Abu Dzar. Diantara isinya adalah:يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ
أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ
رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا Wahai hambaKu,
seandainya seluruh kalian yang terdahulu dan yang akan datang, manusia dan jin
seluruhnya berada pada ketakwaan hati seorang dari kalian tentulah tidak
menambah hal itu sedikitpun dari kekuasaan-Ku. (HR Muslim)
Dalam hadits ini ketakwaan disandarkan
kepada tempatnya yaitu kalbu. Namun walaupun ketakwaan adalah amalan hati dan
adanya dihati, tetap saja harus dibuktikan dan dinyatakan dengan amalan anggota
tubuh. Siapa yang mengklaim bertakwa sedangkan amalannya menyelisihi
perkataannya maka ia telah berdusta. Ketakwaan ini berbeda-beda sesuai
kemampuan yang dimiliki setiap individu, sebagaimana firman Allah :فاتّقوا اللّهَ
ما استَطَعتُم Bertakwalah
kepada Allah semampu kalian. Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita
ketakwaan yang sempurna.
Sumber Pustaka: