Pernahkah Anda melihat seorang arsitek merancang bangun sebuah rumah
langsung ke lantai kedua tanpa membuat lantai pertama terlebih dahulu,
atau membuat lantai pertama tanpa membuat fondasi yang kuat?
Hal yang sama berlaku kepada perencana keuangan independen dengan kliennya.
Perencanaan keuangan yang ideal, harus memiliki fondasi kuat. Dikatakan memiliki fondasi yang kuat ketika di dalamnya sudah terdiri atas dana darurat, dana pendidikan dan dana pensiun.
Ketiga tujuan di atas merupakan
lantai pertama dalam sebuah perencanaan keuangan, yang tentunya harus
ideal terlebih dahulu jika ingin membangun atau mengisi lantai kedua di
atasnya.
Lantai kedua biasanya diisi dengan tujuan memiliki kebebasan finansial, saat aset yang dimiliki dapat membiayai semua kebutuhan rutin bulanan tanpa Anda perlu bekerja, misalnya bisnis atau penyewaan properti.
BISNIS
Siap GAGAL, itu kata kunci dalam berbisnis.
Jika Anda bertanya kepada saya, “Apakah bisnis yang paling menguntungkan?”
Maka saya akan menjawab, “ Jika saya tahu, tentunya tidak akan memberikan idenya kepada Anda“
Karena jika saya tahu maka sayalah yang pertama akan membuat bisnisnya terlebih dahulu.
Dalam membuat sebuah bisnis atau usaha untuk mencapai kebebasan finansial, buatlah perencanaan yang matang terlebih dahulu.
3 langkah awal memulai usaha atau bisnis :
1. Tentukan Tujuan Bisnis Lo Apa ?
Tujuan menjadi sangat penting ketika Anda ingin memulai bisnis . Tentukan dari awal tujuan kita (WHAT) , bagaimana cara meraihnya (HOW), tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam bisnisnya (WHEN), dan pastikan tujuan tersebut masih terukur risikonya.
2. Siapkan Marketing Toolsnya
Setelah tujuannya jelas, langkah berikutnya Anda harus menyiapkan strategi pemasarannya. Ada baiknya menyeleksi segmen pasar mana yang akan dimasuki, struktur harga, bagaimana cara distribusi, pengiriman barang dan cara mempromosikan bisnis Anda. Cari tahu kompetitor bisnis, agar dapat melakukan perbandingannya.
3. Siapkan Pekerjanya
Saat memutuskan mempekerjakan seorang karyawan, Anda harus tahu berapa anggaran biaya yang akan dikeluarkan untuk memberikan gaji, berapa anggaran yang tersedia, dan apakah karyawan tersebut sudah memenuhi standar kompetensi usaha.
Komponen di atas tidak akan berjalan sempurna jika terkendala dengan modal usaha, maka biasanya modal dalam membuat bisnis masuk ke dalam tujuan rencana keuangan paling awal.
PROPERTI YANG DISEWAKAN
Jarang sekali masyarakat golongan menengah Jakarta saat ini yang membeli rumah secara tunai. Harga rumah saat ini tidaklah murah, sehingga menyicil rumah atau properti lainnya untuk jangka waktu panjang merupakan pilihan.
Takut dengan istilah buble dalam properti ?
Potensi penggelembungan (bubble) properti di Indonesia sangat kecil. Karena kontribusi kredit bank di sektor properti terhadap produk domestik bruto (PDB) termasuk rendah. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia hanya berperan sekitar 3% terhadap PDB.
Potensi property bubble bisa dilihat dari sumber pembiayaannya. Bila pembiayaannya banyak bergantung kepada kredit perbankan, potensi property bubble menjadi tinggi. Semakin tinggi peran kredit perbankan, khususnya di sektor Kredit Pemilikan Rumah (KPR), terhadap PDB, potensi bubble semakin tinggi.
Sebagai gambaran, menyicil rumah selama 15 tahun dengan masa pakai 20–25 tahun sangatlah ideal. Maka kredit pemilikan rumah (KPR) biasanya paling banyak dijadikan “kendaraan” jika ingin memiliki rumah.
Kedua pilihan di atas merupakan alternatif kendaraan atau tujuan yang bisa digunakan dalam mengisi lantai kedua perjalanan rencana keuangan Anda. Maka lakukan sedari dini dalam berinvestasi, agar Anda menjadi bagian dari golongan kelas menengah yang kuat nantinya. Golongan kelas yang siap akan masa tuanya.
Hal yang sama berlaku kepada perencana keuangan independen dengan kliennya.
Perencanaan keuangan yang ideal, harus memiliki fondasi kuat. Dikatakan memiliki fondasi yang kuat ketika di dalamnya sudah terdiri atas dana darurat, dana pendidikan dan dana pensiun.
Pic: peluangusaharumahan.com |
Lantai kedua biasanya diisi dengan tujuan memiliki kebebasan finansial, saat aset yang dimiliki dapat membiayai semua kebutuhan rutin bulanan tanpa Anda perlu bekerja, misalnya bisnis atau penyewaan properti.
BISNIS
Siap GAGAL, itu kata kunci dalam berbisnis.
Jika Anda bertanya kepada saya, “Apakah bisnis yang paling menguntungkan?”
Maka saya akan menjawab, “ Jika saya tahu, tentunya tidak akan memberikan idenya kepada Anda“
Karena jika saya tahu maka sayalah yang pertama akan membuat bisnisnya terlebih dahulu.
Dalam membuat sebuah bisnis atau usaha untuk mencapai kebebasan finansial, buatlah perencanaan yang matang terlebih dahulu.
3 langkah awal memulai usaha atau bisnis :
1. Tentukan Tujuan Bisnis Lo Apa ?
Tujuan menjadi sangat penting ketika Anda ingin memulai bisnis . Tentukan dari awal tujuan kita (WHAT) , bagaimana cara meraihnya (HOW), tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam bisnisnya (WHEN), dan pastikan tujuan tersebut masih terukur risikonya.
2. Siapkan Marketing Toolsnya
Setelah tujuannya jelas, langkah berikutnya Anda harus menyiapkan strategi pemasarannya. Ada baiknya menyeleksi segmen pasar mana yang akan dimasuki, struktur harga, bagaimana cara distribusi, pengiriman barang dan cara mempromosikan bisnis Anda. Cari tahu kompetitor bisnis, agar dapat melakukan perbandingannya.
3. Siapkan Pekerjanya
Saat memutuskan mempekerjakan seorang karyawan, Anda harus tahu berapa anggaran biaya yang akan dikeluarkan untuk memberikan gaji, berapa anggaran yang tersedia, dan apakah karyawan tersebut sudah memenuhi standar kompetensi usaha.
Komponen di atas tidak akan berjalan sempurna jika terkendala dengan modal usaha, maka biasanya modal dalam membuat bisnis masuk ke dalam tujuan rencana keuangan paling awal.
PROPERTI YANG DISEWAKAN
Jarang sekali masyarakat golongan menengah Jakarta saat ini yang membeli rumah secara tunai. Harga rumah saat ini tidaklah murah, sehingga menyicil rumah atau properti lainnya untuk jangka waktu panjang merupakan pilihan.
Takut dengan istilah buble dalam properti ?
Potensi penggelembungan (bubble) properti di Indonesia sangat kecil. Karena kontribusi kredit bank di sektor properti terhadap produk domestik bruto (PDB) termasuk rendah. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia hanya berperan sekitar 3% terhadap PDB.
Potensi property bubble bisa dilihat dari sumber pembiayaannya. Bila pembiayaannya banyak bergantung kepada kredit perbankan, potensi property bubble menjadi tinggi. Semakin tinggi peran kredit perbankan, khususnya di sektor Kredit Pemilikan Rumah (KPR), terhadap PDB, potensi bubble semakin tinggi.
Sebagai gambaran, menyicil rumah selama 15 tahun dengan masa pakai 20–25 tahun sangatlah ideal. Maka kredit pemilikan rumah (KPR) biasanya paling banyak dijadikan “kendaraan” jika ingin memiliki rumah.
Kedua pilihan di atas merupakan alternatif kendaraan atau tujuan yang bisa digunakan dalam mengisi lantai kedua perjalanan rencana keuangan Anda. Maka lakukan sedari dini dalam berinvestasi, agar Anda menjadi bagian dari golongan kelas menengah yang kuat nantinya. Golongan kelas yang siap akan masa tuanya.
Sumber: http://id.she.yahoo.com/panduan-berbisnis-dan-membeli-properti-054639343.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar